Jumat, 28 Agustus 2015

BOOK REPORT "FILSAFAT ILMU"



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Identitas Buku
            Judul Buku                            : Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian
Pengarang/Penulis                : Prof.Dr. H. Endang Komara, M.Si
Penerbit                                 : Refika Aditama
Kota Penerbitan                    : Bandung
Tahun Terbit                         : Cetakan ke-1 2011
                                                Cetakan ke-2 2014
Jumlah Halaman                   : 136 Halaman

B.        Alasan Pengambilan Buku
Filsafat pada dasarnya adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berfikir rasional-logis mendalam dan bebas (tidak terkait dengan tradisi, dogma agama) untuk mencari kebenaran.Masyarakat umunya mengenal filsafat sebagai pemikiran mendalam terhadap suatu hal.Segala hal di tinjau dari pemikiran akal yang logis.Berarti, filsafat ilmu merupakan pemikiran mendalam dalam lingkup ilmu.  Namun banyak pertanyaan mengenai filsafat ilmu,  Hal ini memicu Saya tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang tentang filsafat ilmu sehingga Saya memilih buku yang bertema filsafat ilmu untuk di jadikan sebagai book report. Buku yang Saya pilih berjudul “Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian ”. Buku ini adalah buah karya Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Siyang diterbitkan oleh penerbit Rafika.  













BAB II
Resume Buku Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian

BAB I
A.        Sejarah Filsafat Ilmu
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philos  yang berarti cinta dan Shopia yang berarti kebijaksanaan. Sedangkan ilmu adalah bagian dari pengetahuan demikian pula seni dan agama.Jadi pengetahuan mencakup ilmu, seni dan agama.Sedangkan filsafat merupakan bagian dari pengetahuan tersebut sebab pada mulanya filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoritk maupun praktik).
Cikal bakal filsafat berlangsung sekitar abad ke-6 SM hingga awal abad pertengahan, antara kurang lebih 600 tahun SM hingga tahun 200SM. Pada tahap ini bangsa Yunani berfikir sedalam-dalamnya tentang berbagai fenomena alam yang begitu beragam, meninggalkan mitos-mitos untuk kemudian meneliti berdasarkan reasoning power.
Pada zaman ini lahir beberapa filusuf yang berjasa besar dalam perkembangannya, Thales (± 625-545 SM), Anaximandros (±610-540 SM), Anaximanes (± 538-480 SM), Pythagoras (± 580-500 SM), Xenephanes (± 570-480 SM), Heraklistos (± 540-475 SM) dan seterusnya.Thales misalnya yang pertamakali mempertanyakan dasar dari alam dan segala isinya.Anaximadros, bahwa segala sesuatu adalah aperion (yang tak terbatas) yang disebabkan oleh penceraian (eksrisis).Sedangkan Anaximanes berpendapat bahwa segala sesuatu adalah hawa dan udara. Dan Thales dan kawan-kawan sebagai inspirasi bagi munculnya teori tentang proses kejadian sesuatu (evolusionisme).
Aristoteles (384-322 SM) yang dasar-dasar berpikirnya tidak bisa dilupakan dan tetap mendominasi ilmuwan Eropa hingga sekarang. Logika Aristoteles bertahan hingga saat ini karena dapat diaplikasikan mutakhir sebagai ilmu dan teknologi.Pada mulanya logika ini menjelma dalam prinsip kausalitas ilmu alam (natural science), kemudian menjelma menjadi logika ekonomi di dalam industry dan ekonomi.
Kerajaan-kerajaan bangsa Arab pada masa ini memiliki  andil dalam perkembangan filsafat ilmu. Perkembangan islam yang begitu pesat dan dengan perlahan-lahan didudukinya daerah Romawi dan Yunani para ilmuwan Islam memberikan khazanah berbeda yang sesuai dengan ciri dan penalaran yang sesuai dengan mereka sendiri. Maka bangsa Arablah yang mengisi masa kesenjangan perkembangan ilmu dan pengetahuan Eropa pada saat dilanda kegelapan.
Pasca Helenisme dan Romawi disusul dengan masa Pratrisik, dimana masa ini adalah masa bapak-bapak gereja kira-kira pada abad ke-18.Kemudian dilanjutkan dengan masa Skolastik, yang mana masa ini diajarkan oleh sekolah-sekolah gereja.Pada masa ini ada gerakan Renaissance dan Aufklarung (abad ke-15) dimana masyarakat dapat bebas tanpa terikat oleh agama, tradisi, sistem, otoritas politik, dan sebagainya.
Filsafat mencoba menjawab secara perlahan bagaimana cara mengatasi permasalahan dengan semangat kebebasan manusia dalam hidup dan kehidupannya. Diawali dengan Bacon (1561-1626 M) disamping anak-anak Renaissance, seperti Copernicus (1473-1630 M), Galileo (1564-1642 M), Kepler (1571-1630 M), dengan kemajuan natural science dimana hasil penemuannya yang sangat menakjubkan, maka timbullah gagasan untuk menerapkan metode tersebut dalam filsafat, misalkan Newton (1643-1727 M) dengan Philosophae Naturalis Principia Mathematic, Decrates (1596-1650 M) dengan Disour de la Methode, Spinoza (1632-1677 M) dengan Thic yang mana mereka semua dijuluki bapak filsafat modern.

B.        Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
            Filsafat dapat dikelompokan pada bagian pengetahuan, dimana pegetahuan tersebut  mencakup ilmu, seni, dan agama. Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat.Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu ektra, lalu diikuti ilmu sosial seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi, dan seterusnya.
            Jujun S. Suriasumanteri menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, (1) pengetahuan yang baik dan yang buruk (yang disebut dengan etika/agama); (2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut estetika/seni), dan (3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang disebut logika/ilmu).Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.
            Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Sisi lain dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh maknanya, sementara ilmu mencoba mengembangkan semua model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstaksikan realitas menjadi beberapa variabel  yang terkait dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional.
            Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu tersebut, sangat bermanfaat menyimak 4 titik pandang dalam filsafat ilmu, yaitu:
1.         Filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menutut pandangan ini adalah merupakan tugas filusuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.
2.         Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan predisposition dari para ilmuwan.
3.         Filsafat ilmu adalah suatu disipin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan.
4.         Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua.
            Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara popular disebut dengan ilmu tentang ilmu.

C.        Objek Kajian Filsafat Ilmu
            Tiang penyangga pengetahuan terdiri dari tiga komponen yaitu ontology, epistemology dan aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemology menjelaskan pertanyaan tentang bagaimana, dan aksiologi menjelaskan tentang pertanyaan untuk apa.
            Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu. Paham idealism atau spiritualisme, matrealisme, dualism, pluralism dan seterusnya merupakan paham ontologisme yang menentukan pendapat dan bahkan keyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai dan ilmu itu.
            Secara ontologisme, ilmu membatasi lingkup penelaahan kelimuannya hanya pada daerah-daerah yang berbeda dalam jangkauan pengalaman manusia.Objek penelaahan yang berada dalam batas pra pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti penciptaan surge dan neraka) diserahkan kepada ilmu lain (agama).
            Ontologi keilmuan juga merupakan penafsiran tentang hakikat realitas dari objek ontologis keilmuan, sebagaimana dituturkan sebelumnya. Penafsiran metafisik keilmuan harus didasarkan pada  karakteristik objek ontologis sebagaimana adanya (das sein) dengan deduksi-deduksi yang dapat diverifikasi secara fisik. Ilmu justru merupakan pengetahuan yang bisa dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkn das sein agar dapat menjelaskan, meramalkan dan mengontrol fenomena alam.
            Epistemologi adalah asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan.Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang estemologi, (1) Apakah sumber pengetahuan itu?Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?; (2) Apakah sifat dasar pengetahuan itu?Apa ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?; (3) Apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dari yang salah.
            Epistemologi meliputi tatacara dan sarana untuk mencapai pengetahuan. Sarana yang digunakan yakni: akal, pengalaman, budi, intuisi atau sarana yang lain. Ditunjukan bagaimana kelebihan atau kelemahan suatu cara pendekatan dan batas-batas validitas dari suatu yang diperoleh melalui suatu cara pendekatan ilmiah.
            Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya rasionalisme kritis (kritisime), fenomenalisme, intuisionisme, dan positivisme.
            Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus diperhatikan didalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
            Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoft (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif.Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai perilaku dan akebenarannya tergantung kepada pengalaman mereka; kedua, nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.Pendirian ini dinamakan objektivisme logis; ketiga, nilai merupakan unsur objektif yang menyusun kenyataan yang demikian disebut objektivisme metafisik.
            Dalam pendekatan aksiologis bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam (Jujun, 1986:6).
            Fungsi dari filsafat ilmu adalah memberikan landasan filosofis dalam memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi yaitu sebagai confirmatory theories yaitu mendeskripsikan relasi normative antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil maupun besar secara sederhana.

BAB II
Pengetahuan Ilmu dan Filsafat
A.        Pengetahuan
            Manusia itu tahu sesuatu, tahu akan dunia sekitarnya, tahu akan dirinya sendiri, dan tahu akan orang-orang lain. Ada empat gejala tahu yaitu, (a) Manusia ingin tahu, (b) Manusia ingin tahu yang benar, (c) Objek tahu ialah yang ada dan yang mungkin ada, dan (d) Manusia tahu bahwa ia tahu. Orang yang tahu disebut memiliki pengetahuan.Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu.
            Dalam pengetahuan ada pengakuan terhadap sesuatu.Ada dua sesuatu dalam putusan sehingga putusan selalu ada bagiannya, yaitu yang menjadi dasar pengakuan dan yang diakui terhadap dasar itu.Dasar pengakuan itu disebut subjek yang diakui terhadap subjek itu dinamakan predikat.Putusan tidak harus dicetuskan dengan kata.Bisa jadi putusan hanya dicetuskan dalam hati manusia saja.
            Berdasarkan dua macam putusan itu maka pengetahuan pun ada dua macam; pengetahuan khusus yang mengenai sesuatu yang satu atau tertentu saja dan pengetahuan umum yang berlaku bagi seluruhnya. Kedua pengetahuan itu didapatkan dengan pengalaman, baik pengalaman yang dialami sendiri maupun didapat dari pengalaman orang lain. Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman yang berkenaan dengan panca indra manusia. Degan kata lain pengetahuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan panca indra manusia.
            Pada umumnya objek yang ada diluar kesadaran hanya memungkinkan pengetahuan manusia karena objek itu memberi perangsang kepada manusia untuk tahu.Objek memberi perangsang kepada manusia untuk tahu.Hasil yang dicetuskan berupa putusan, yang berarti manusia mengakui hubungan sesuatu terhadap sesuatu. Dengan kata lain objek memberikan rangsangan kepada manusia untuk mengatakan sesuatu. Dalam pengetahuan itu diakui hubungan sesuatu terhadap sesuatu.
            Dalam mengungkapkan kepastian jangan ada kata sangsi atau tidak yakin dengan apa yang diucapkan. Mencapai kebenaran yang mengandung kebenaran amat memuaskan dan disebut keyakinan.Keyakinan adalah sikap mental atas dasar kepastian bahwa ada kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri.Dalam pengetahuan erat hubungannya antara keyakinan dan kepercayaan.

B.        Ilmu Pengetahuan
            Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method), dan sistem tertentu. Beberapa pertanyaan mengenai apa yang sedang dia teliti akan menghasilkan:
1.         Ilmu pengetahuan filosofi yang mempersoalkan hakiakt atau esensi sesuatu (pengetahuan universal).
2.         Ilmu pengetahuan kausalistik, artinya selalu mencari sebab-musabab keberadaanya (pengetahuan umum bagi semua jenis benda).
3.         Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mencoba menjelaskan sifat-sifat umum yang dimiliki oleh suatu jenis objek.
4.         Ilmu pengetahuan yang bersifat normative, yaitu mencoba memahami norma suatu objek yang dari sana akan tergambar tujuan dan manfaat dari objek tersebut.
            Menurut objek formalnya, ilmu pengetahuan itu berbeda-beda dan banyak jenisnya serta sifatnya.Ada yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu pengetahuan alam), ilmu pengetahuan non-fisis (ilmu pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan ketuhanan) karena pendekatannya menurut segi kejiwaan.Ilmu pengetahuan fisis termasuk ilmu yang bersifat kuantitatif, sementara ilmu pengetahuan non-fisis merupakan ilmu yang bersifat kualitatif.
            Cara pandang dan sistem merupakan hal yang sangat menentukan tercapainya kebenaran ilmiah. Ada enam sistem yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan:
a.         Sistem tertutup, sistem ini tidak memungkinkan masuknya unsur-unsur baru ke dalamnya.
b.         Sistem terbuka, sistem ini memang dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi masuknya unsur-unsur baru kedalamnya.
c.         Sistem alami, sistem ini memang sudah sejak awal merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sejak awal.
d.         Sistem buatan, sistem ini jelas hasil karya manusia. Hal ini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
e.         Sistem yang berbentuk lingkaran, sistem ini merupakan perkembangan dari sistem buatan, yang dibuat untuk lebih memudahkan tercapainya salah satu tujuan hidup. Dalam sistem ini masalah sentralnya diletakan pada sentral dari satu lingkaran.
f.          Sistem yang berbentuk garis lurus, sistem ini juga perkembangan dari sistem buatan, namun agar dapat mencapai tujuan harus menyusun menurut jejang-jenjang dari yang paling tinggi ke yang paling rendah.
            Kebenaran ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang dengan sistem yang relevan.  Ada tiga teori pokok tentang kebenaran keilmuan yaitu:
1.         Teori saling hubungan (Coherence Theory)
            Sering disebut teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan diantara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran.Bradley (Soetrisno dan SRD Rita Hanfie, 2007) mengatakan, bahwa sesuatu proposisi itu cenderung benar jika koheren dengan pengalaman.
            Tingkat saling berhubungan adalah ukuran bagi tingkat kebenaran itu sendiri. Semakin terdapat saling hubungan diantara ide-ide yang semakin meluas maka akan menunjukan kesahihan kebenaran yang semakin jelas pula. Teori ini menkankan pada sifat rasional intelektual.Dimana segala ide-ide harus logis, masuk akal dan tidak bertentangan dengan realita.
2.         Teori Persesuaian (Correspondence Theory)
            Teori ini menyesuaikan antara fakta dengan fakta itu sendiri.Fakta bukan hanya sekedar ide saja tapi memang real dengan pernyataan ide tersebut.Teori korespondensi menekankan apakah ide itu merupakan fakta itu sendiri atau bukan. Persesuaian antara arti yang dikandungdi berbagai pendapat dengan apa yang merupakan fakta-faktanya merupakan kriteria bagi teori korespondensi.
            Rogers (Calvin Hall, 1995) mengatakan bahwa, kebenaran itu terletak pada kesesuaian antara esensi atau arti yang diberikan dengan esensi yang terkandung dalam hal atau objek itu sendiri.Russel memperjelasnya dengan mengatakan bahwa kebenaran adalah persesuaian antara arti yang terkandung oleh perkataan-perkataan yang telah ditentukan, dan kesesuiannya berupa identiknya arti-arti tersebut.
3.         Teori Kegunaan (Pragmatic Theory)
            Dalam kehidupan sehari-hari kita menuntut sesuatu yang lebih praktis dan langsung menimbulkan konsekuensi yang menguntungkan. Pragmatism mewarnai pandangannya sebagai berikut: Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi kegunaannya.
            Kebenaran menurut pragmatism bergantung pada kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability), dan konsekuensi yang memuaskan (satisfactory result).Ketiga teori tersebut kelihatannya tidak bisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur kebenaran realitas sebagai objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan karena masing-masing mempunyai titik kelemahan.Namun secara ontologisme dan epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan yang muncul dalam realitas itu sendiri.Karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek yang etis maka teori koheren, koresponden, dan pragmatis perlu dipertimbangkan secara bersamaan.



BAB III
Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian
A.        Keberadaan Ontologi
            Ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar( akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut ilmu pengetahuan itu). Suriasumantri (1993), yang dipermasalahkan adalah akar-akarnya hingga sampai menjadi ilmu.
            Dalam tahap ontologis ini manusia mulai mengambil jarak dari objek sekitar, tidak seperti pada dunia mistis dimana objek berada dalam kesemestaan yang bersifat difus dan tidak jelas batas-batasnya.Maka ontologis ini memberikan batasan terhadap objek tertentu.
            Dalam memcahkan masalah penalaran atau logika.Ilmu membatasi hanya masalah yang konkret pada dunia nyata yang dapat dipecahkan atau permasalahan yang dikaji berdasarkan pengetahuan manusia.Keseimbangan ilmu-ilmu agar kita tidak mudah terjatuh pada kebingungan.Karena sesungguhnya setiap ilmu itu saling melengkapi dan memberikan batasannya yang sesuai.
            Menurut Rapar (1996) ontologis dikatakan sebagai metafisika umum.Hal ini dimaksudkan untuk membedakan dan memisahkan eksistensi yang sesungguhnya dari penampakan dan penampilan eksistensi itu. Menurutnya pula ada tiga teori ontology:
1.         Idealisme. Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berda di dunia ide.Segala sesuatu yang tampak dan terwujud nyata dalam alam inderawi hanya merupakan gambaran atau banyangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia ide.
2.         Materialisme. Materialisme menolak hal-hal yang tidak kelihata. Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama sekali tergantung pada material. Pada intinya segala sesuatu yang bersifat realitas mungkin dijelaskan secara material.
3.         Dualisme. Dualisme mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe fundamental yang berada dan tak dapat diredukasikan kepada yang lainnya.Pada intinya dualisme mengakui bahwa realitas teridiri dari materi secara fisis dan mental atau keberadaannya tidak kelihatan secara fisis.
            Refleksi ontologis berbentuk suatu lingkaran hermeunitis antara pengalaman dan mengada, tanpa mampu dikatakan mana yang lebih dahulu. Dikatakan oeh Baker, bahwa dalam ontologis tidak ada rumus yang tepat , yang ada hanya mungkin sebagai kesimpulan uraian.

B.        The Quest Of Knowledge
            Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkaran ilmu atau science itu, apa yang menjadi landasan asumsinya, bagaimana logikanya (doktrin netralistik, etik), apa hasi-hasil empirik yang dicapainya serta batas-batas kemampuannya. Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembangan ilmu berdasarkan tradisi-tradisinya, yang terdiri dari dua bagian, yaitu deduktif dan induktif.Demikian pula yang dicapainya, yang disebut pengetahuan atau knowledge, baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proposisi tingkat rendah, proposisi tingkat tinggi dan hukum-hukum).
            The Quest of Knowledge adalah upaya manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan ( baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya). Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia ingin mengetahui segala-galanya dan bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Dengan kata lainQuest of Knowledge adalah usaha manusia untuk mengetahui tentang ilmu Tuhan.
            Dalam hal ini manusia menggunakan segala kemampuannya dan akal budinya.  Dengan dianugerahkannya rasio dan rasa kepada  manusia yang mana merupakan kemampuan manusia untuk menempatkan sesuatuhal yang masing-masing dan tidak dapat dicampur adukan.
            Kemampuan rasio terletak pada kemampuan membedakan dan atau menggolongkan, menyatakan secara kuantitatif ataupun kualitatif dan menyatakan hubungan-hubungan dan mereduksi hubungan-hubungan. Kemampuan rasa terletak pada kreativitas  yang merupakan kegaiban, karena langsung berhubungan dengan Tuhan. Kreativitas ini lah yan menjadi permulaan disegala bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika.
            Rasio menghasilkan ilmu dan ilmu menemukan dan mengungkapkan sunatullah, yang lebih kita kenal dengan “hukum-hukum nomologis”, bersifat kekal abadi dan “netral” yang menghasikan etika atau moral, dengan hukum-hukumnya yang disebut hukum normatif dan bersifat “imperatif”. Sedangkan rasa dijaga dengan petunjuk-petunjuk Tuhan, dan dengan kebesaran Tuhan.
            Oleh sebab itu upaya Quest of Knowledge setiap hari, pertama harus kuat memahami ilmu atau humanitas, dan kedua, dalam mencapai “kebenaran”, tidak cukup dengan verifikasi seperti dalam ilmu barat, akan tetapi verifikasi yang dibarengi dengan validasi. Adapun landsan validasi tidak lain adalah firman Alloh SWT.

C.        The Knower, Nalar dan Knowledge
            Sudah menjadi kehendak Alloh SWT bahwa manusia selalu ingin mengetahui segalanya karena manusia diberi kemampuan untuk itu. Secara analitik, kemampuan untuk mengetahui itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1.         Kemampuan kognitif, kemampuan untuk mengetahui (dalam arti kata seperti mengerti, memahami, menghayati) dan mengingat apa yang diketahui. Landasan kognitif adalah rasio atau akal.Kognisi bersifat netral.
2.         Kemampuan afektif, ialah kemampuan untuk merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialah rasa cinta dan rasa indah. Afeksi tidak bersifat netral.Landasan afeksi adalah rasa, atau qalbu, dan disebut hati nurani.Rasa inilah yang menghubungkan manusia dengan kegaiban yang merupakan kreativitas manusia.Rasa ini dapat menjadi kelebihan manusia sekaligus menjadi kelemahan manusia, karena rasa juga bersifat polarity dimana antara yang baik dengan yang buruk hanya berbeda tipis.Rasa mempengaruhi rasio.Rasio tidak dapat berjalan ketika rasa sudah melenceng dari yang seharusnya.
3.         Kemampuan konatif, adalah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan itu. Kondisi adalah will, kemauan, keinginan, dan hasrat, yaitu daya dorong  untuk mencapai (atau menjauhi) segala apa yang didiktekan oleh rasa. Kemampuan untuk bergerak dalam menentukan rasa adalah konatif.
            Dari ketiga kemampuan di atas, kognitif, afektif dan konatif, kemampuan afektiflah yang mejadi titik pusat dan pada bidang kemampuan afektif inilah (terutama) manusia mendapat petunjuk-petunjuk Tuhan di satu pihak, dan atas seizing Tuhan pula manusia mendapat rongrongan setan yang terus-menerus tiada hentinya di lain pihak.

D.        Nalar atau Berpikir
            Segala sesuatu yang dapat diindra manusia disebut pengalaman atau experience, sedangkan segala sesuatu yang tidak dapat diindra oleh manusia disebut metafisika (meta=beyond, metafisika = beyond experience). Berpikir tentang pengalaman disebut berpikir empirical, dan berpikir tentang dunia metafisika disebut berpikir transcendental.
            Perkataan philosophy berasal dari kata Yunani yang berarti menyukai kearifan. Para filusuf Yunani kuno menemukan cara yang diidamkann tersebut, yang disebut pembuktian rasional atau rational proof, dalam logika dan matematika. Dalam logika Aristoteles dengan silogismenya, sedangkan dalam matematika Euclid menemukan cara pembuktian rasional dan geometri.
            Dunia nalar sekarang mengakui empat ciri cara berpikir filsafat Plato yakni: (1) ada tanda-tanda bahwa dalam studi berbagai ilmu yang telah ditelaah harus dihubungkan dan dipandang sebagai satu sistem; (2) ada satu kontras tentang sensible appearance dan intelligible reality. Yang disebut pertama adalah kejadian-kejadian yang biasa, yang terhadapnya kita hanya bisa beropini saja, sedangkan yang kedua adalah objek sistem matematika yang terlepas dari waktu dan berbagai form seperti kebaikan (goodnees) dan keadilan (justice).Istilah untuk intelligible reality adalah idea, yang satu dan tidak berubah-ubah dan menurut Plato hanya idea saja yang bisa menjadi objek pengetahuan; (3) keputusan tertinggi pada ilmu hanyalah bila idea tersebut mencapai (the form of the good), dengan menunjukan mengapa benda-benda soyogianya harus seperti itu; (4) pandangan (insight) intelektual seyogianya dicapai dengan metode khusus yang disebut dialectic.Dialectic ini tak lain adalah apa yang sekarang kita sebut dengan logika.

BAB IV
Dasar-Dasar Penelitian
A.        Ilmu Sebagai Pengetahuan
            Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pemikiran dengan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab-akibat) yang hakiki dan universal. Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan kausalitas (hubungan sebab-akibat) dari suatu objek menurut metode-metode tertentu yang merupakan suatu kesatuan yang sistematis.Dari kedua pengertian tersebut jelas bahwa pengetahuan bukan hanya ilmu.Pengetahuan merupakan bahan utama bagi ilmu.
            Ilmu bertujuan untuk menjelaskan tentang segala yang ada di alam semesta. Sifat pertama dari ilmu ialah bahwa ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas sejauh dapat ditangkap oleh panca indera (dan indera lain). Kedua ialah bahwa tingkat kebenaran yang dicapainya pun relative atau tidak sampai kepada tingkat kebenaran yang mutlak.Sebagai sifat yang ketiga dari ilmu ialah bahwa ilmu menemukan proposisi-proposisi (hubungan sebab-akibat).
            Sebenarnya komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori, namun terdapat pula komponen lain yang disebut fenomena atau konsep.Ilmu merupakan fakta, sedangkan jalinan fakta keseluruhannya disebut teori. Lebih jelasnya dinyatakan bahwa teori adalah jalinan fakta menurut meaningfull construct. Ini berarti bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang berhubungan satu sama lain, yang menunjukan fenomena secara sistematis, dan bertujuan untuk menjelaskan (explanation) dan meramalkan (prediction) fenomena.
            Teori mempunyai peranan dalam perkembangan ilmu, yaitu sebagai orientasi, sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, secara generalisasi sebagai peramal fakta, dan sebagai points to gaps in our knowledge. Teori sebagai orientasi, yaitu memberikan orientasi kepada ilmuwan sehingga dengan teori tersebut dapat mempersempit cakupan yang akan ditelaah, sedemikian rupa sehingga dapat menentukan fakta mana yang diperlukan. Teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, yaitu dapat memberikan petunjuk tentang kejelasan hubungan antara konsep dan fenomena atas dasar klasifikasi tertentu.Teori sebagai peramal fakta, yaitu dengan meramal ialah berpikir deduktif dengan konsekuensi logis (baik menurut waktu maupun tempat).

B.        Tingkat Kemantapan Teori
            Setiap bidang ilmu menpunyai tingkat kemantapan yang berbeda, misalnya pada ilmu sosial, ilmu relatif muda perkembangannya.Sampai sekarang mungkin masih banyak yang belum paham mana yang dimaksud dengan teori yang benar-benar dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena, padahal sejak dahulu telah berpikir teori dan pengaplikasian didalam masyarakat yang belum tepat.
            Untuk pengetahuan kemasyarakatan banyak dinyatakan dalam bentuk folkwisdom (kebijaksanaan rakyat/masyarakat) seperti pepatah atau pribahasa, meskipun banyak yang tidak benar.Pemikiran pada tingkat taksonomikal, semua ilmu dalam perkembangannya melalui pemikiran taksonomikal untuk sampai pada eksplanasi dan prediksi.Tugasnya untuk mengklasifikasikan kedalam kelompok-kelompok ke dalam kategori yang tepat, dengan penerapan nama-nama yang sesuai dan benar.
            Sifat-sifat dari taksonomi antara lain: (1) dalam taksonomi terdapat definisi dan deskripsi; dan (2) dari deskripsi yang dibuat dapat dilihat perbedaan dari kesamaan atau kesamaan dari perbedaan. Penelitian yang dilakukan dalam pekerjaan taksonomikal adalah studi deskriptif. Secara ringkas pekerjaan taksonomikal ini digambarkan sebagai berkut:
1.         Unit dari fenomena: definisi pengertian atau ungkapan yang menjawab pertanyaan what.
2.         Hubungan antara unit-unit: taksonomi (klasifikasi dari definisi).
3.         Apliksi unit pada subject matter baru: diagnosis (menyatakan sesuatu yang dihadapi itu termasuk kelas apa).
4.         Bentuk atau jiwa dari penelitian: studi deskriptif (gambaran tentang apa dari fenomena yang dipelajari itu).
            Pemikiran teoretik adalah pekerjaan yang melangkah kepada teori. Teori pada dasarnya menerangkan atau menjelaskan bahkan meramalkan tentang mengapa (apa sebabnya) fenomena yang menjadi perhatian itu terjadi. Jadi konsep atau pengertian sebagai abstraksi dari fenomena itu diarahkan kepada mencari hubungan kausalitas yang berlaku umum. Kalimat hubungan kausalitas tidak lain adalah proposisi.
            Secara ringkas pekerjaan teretikal itu sebagai berikut:
1.         unit dari fenomena: proposisi (pengertian atau ungkapan yang menjawab pertanyaan why).
2.         Hubungan antara unit-unit: klasifikasi (hubungan kausalitas dari proposisi).
3.         Aplikasi unit kepada subject matter baru: eksplanasi (menyatakan hal-hal apa yang menyebabkan fenomena terjadi).
4.         Bentuk atau jiwa dari penelitian: studi verifikasi (pengujian proposisi sementara).

C.        Berpikir Induktif dan Deduktif
            Dalam observasi fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasikan dan diklarifikasi, disusun secara teratur (sistematis) kemudian dibuat generalisasinya sebagai kesimpulan.Dari sinilah terwujud hukum, dalil, atau teori dari suatu ilmu.Pekerjaan yang semacam ini disebut induksi (menginduksi). Atau dengan kata lain pekerjaan induktif dimulai dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena, menuju generalisasi.
            Kebalikan dari induktif adalah deduktif.Berangkat dari hal yang umum (dari induksi/teori/dalil/hukum) kepada hal-hal yang khusus. Prinsip dasarnya ialah “ segala yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu kelas atau jenis, berlaku pula sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal yang khusus ini benar-benar merupakan bagian atau unsur dari hal yang umum itu”.Penalaran deduktif biasa menggunakan silogisme dalam menyimpulkan.Proposisi yang pertama disebut premis mayor dan yang kedua disebut premis minor.

Metode Ilmiah
            Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Ilmu merupakan penegtahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis.
            Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan adalah: (1) mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah; (2) menyusun kerangka pikiran (logical construct); (3) merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah); (4) menguji hipotetsis secara empirik; (5) melakukan pembahasan; dan (6) menyimpukan. Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutya bersifat teknis penelitian.
            Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa objeknya. Menyusun kerangka pemikiran, yaitu mengalikan jalan pemikiran menurut kerangka yang logis atau menurut logical construct. Hal ini tidak lain mendudukperkarakan masalah yang diteliti (diidentifikasi) dalam kerangka teoretis yang relevan dan mampu menangkap, menerangkan, serta menunjukan perspektif terhadap masalah itu.
            Merumuskan hipotesis, bahwa hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa proposisi deduksi.Merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan kemungkinan serta tingkat kebenarannya.
            Menguji hipotesis ialah membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala yang terkandung dalam hipotesis dengan data empirik.Perbandingan atau penyesuaian itu pada umumnya didasarkan pada peikiran yang beranggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa mungkin tidak terjadi secara tersendiri. Menurut Jhon Stuart Mills, cara paling sedethana untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya suatu akibat ialah dengan membandingkan berbagai peristiwa dalam suatu fenomena. Oleh karena itu, ia mengajukan tiga macam metode, yaitu method of agreement, Method of Difference, dan Method of concomitant variation.
            Ketiga metode ini dijadikan pegangan maka untuk menguji hipotesis dapat ditentukan rancangan pengujiannya. Namun data atau informasi empirik apa yang terkandung dalam hipotesis. Operasionalisasi variabel ialah menentukan indikator-indikator variabel.Idikator itu masih ada yang berbentuk informasi ataupun telah berbentuk data.Dalam menentukan indikator variabel-variabel itu (operasionalisasi) maka persoalan validitas (keabsahan) dan reliabilitas (ketepatan) memegang peranan penting.Ini sangat erat hubungannya dengan tingkat ketepatan dalam sebuah penelitian.
            Membahas dan menyimpulkan; dalam membahas sudah termasuk pekerjaan interpretasi terhadap hal-hal yang ditemukan dalam penelitian.Dalam interpretasi, pikiran kita diarahkan pada dua titik pandang, pertama, kerangka pikiran (Logical construct) yang telah disusun, bahkan ii merupakan frame of work pembahasan penelitian.Kedua, pandangan diarahkan kedepan, yaitu mengaitkan kepada variabel-variabel dari topik aktual.
            Hasil pembahasan tidak lain ialah kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan.Penemua dari interpretasi dan pembahasan harus merupakan jawaban terhadap pernyataan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti dari penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan. Pernyataan dalam kesimpulan dirumuskan dalam kalimat yang tegas, padat, tersususn dari kata-kata yang yang baik dan pasti, sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda dengan yang lain.
            Dapat diperhatikan bahwa ada tiga tingkatan penelitian untuk sampai pada perwujudan ilmu atau teori.Pertama, penelitian dalam upaya mencari masalah atau menjajagi masalah.Kedua, penelitian dalam upaya mengembangkan masalah.Ketiga, penelitian dalam upaya menguji jawaban terhadap masalah.Dari ketiga macam penelitian tesebut dapat dikaji metode-metode yang didasarkan kepada tujuan dan objek-objeknya, yaitu ada yang bertujuan mempelajari, mendeskripsi (mencanderakan), mendeteksi (mengungkapkan), dan ada pula yang menyelidiki hubungan kausalitas.
            Studi kasus atau penelitian kasus (case study) bertujuan mempelajari secara mendalam mengenai keadaan kehidupan sekarang dengan latar belakangnya dalam interaksi dengan lingkungan dari suatu sosial unit seperti individu, kelembagaan, komunitas ataupun masyarakat.
            Penelitian korelasional (corraletion research) bertujuan untuk mendeteksi atau mengungkap sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi faktor lain. Yang didasarkan pada koefisien korelasi (kadang-kadang penelitian ini dilandasi hipotesis).Penelitian ini bertujuan untuk meneyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa atau fenomena.Ada dua macam penelitian, explanatory survey dan experiment research. Penelitian survai adalah penyelidikan kausalitas dengan cara medasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi, dengan mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebabnya, melalui data tertentu. Sedangkan penelitian eksperimen penyelidikannya dengan cara mengenakan faktor penyebab (treatment atau perlakuan) kepada kelompok eksperimental, kemudian dikaji akibat yang terjadi, untuk meyakinkan bahwa yang terjadi itu benar-benar sebagai akibat perlakuan, biasanya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.

E.        Teknik Penelitian
            Teknik penelitian menyangkut bagaimana caranya dan alat-alat penelitian apa yang diperlukan untuk membangun ilmu melalui penelitian. Pelaksanaan penelitian dapat dibagi menjadi menjadi empat fase kegiatan, yaitu fase persiapan, pengumpulan data atau informasi, pengolahan data atau informasi, dan penulisan laporan penelitian.
            Alat-alat penelitian yang dipergunakan  untuk menangkap atau merekam atau mencatat data atau informasi dari objek, efektivitas dan atau fungsinya, dapat dipengaruhi oleh kemahiran subjek dan oleh kondisi objek serta oleh situasi dimana penelitian dilakukan. Fase-fase peneitian adalah sebagai berikut: (1) ke dalam fase persiapan, termasuk langkah-langkah menetapkan atau meruskan atau mengidentifikasi masalah, menyusun kerangka pemikran atau pendekatan masalah, merumuskan hipotesis (jika bertujuan memverifikasi), menentukan rancangan uji hipotesis atau teknik analisis (jika tidak menguji hipotesis), (2) ke dalam fase pengumpulan data ata informasi masih menyangkut pengujin hipotesis atau teknik analisis; (3) kedalam fase pengolahan data juga masih bersangkutan dengan pengujian hipotesis atau teknik analisis; dan (4) ke dalam fase penyusunan atau penulisan laporan bersangkutan dengan langkah pembahasn dan pembuatan kesimpulan.
           
F.         Sikap Ilmiah
            Cendikiawan ilmu mengajukan unsur-unsur sikap ilmiah (scientific attitude) yang harus dimiliki dan menjadi ciri bagi peneliti, antara lain:
1.         Sikap ingin tahu: sikap bertanya/penasaran (bukan sok tahu) terhadap sesuatu, karena mungkin ada hal-hal/bagian-bagian/unsur-unsur yang gelap, yang tidak wajar, atau ada kesenjangan. Hal ini bersambung dengan sikap-sikap skeptic, kritis tetapi objektif dan free or not from etique?
2.         Skeptis: bersikap ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.
3.         kritis: cakap menunjukan batas-batas suatu soal, mampu membuat perumusan masalah, mampu menunjukan perbedaan dan persamaan sesuatu hal dibanding dengan yang lainnya (komparatif), cakap menempatkan suatu pengertian pada kedudukan yang tepat.
4.         objektif: mementingkan peninjauan tentang objeknya; pengaruh subjek perlu dikesampingkan meskipun tidak sepenuhnya. Dengn kata lain, memang tidak mungkin mencapai objektivitas yang mutlak.
5.         Free from etique: memang benar bahwa ilmu itu nomologis, artinya mempunyai tugas menilai apa yang benar dan apa yang salah, namun apakah tidak sebaiknya memerhatikan etika? Artinya memerhatikan pula yang baik dan yang buruk bagi kemanusiaan (kehidupan): “science is not only for science but also for people”. Mungkin masih ingat pula pandangan Einstein terhadap ilmu yang harus normatif: “science without religion is blind, reigion without science is lame”.
6.         Budi pekerti yang melengkapi sikap ilmiah, seperti: (1) tabah hati yakni sabar dan tawakal dalam segala kesukaran; (2) keras hati yakni berminat/berhasrat dan bersemangat; (3) rendah hati, seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk; (4) jujur yakni tidak melakukan apa yang salah/buruk, melainkan mengamalkan apa yang benar dan apa yang baik; (5) toleran yakni menenggang/menghargai pendapat/pandangan/pikiran orang lain meski bertentangan dengan pendiriannya, kemudian berupaya untuk mencapai kemufakatan/kesamaan pandang.
7.         Rajin dan tekun, riang dan gembira, suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, dan atau sehat rohani dan jasmani.

BAB V
Jenis Pengetahuan
A.        Pengetahuan Ilmiah
            Secara sederhana pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sestematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali.
            Terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami ciri-ciri pokok pengetahuan ilmiah.Pertama, ilmuwan harus tahu tentang ciri-ciri pokok dan perilaku jenis-jenis objek tertentu.Kedua, pengetahuan ilmiah memperoleh penandasan induktif bukan deduktif. Aspek ketiga, pengamatan dalam proses kerja ilmiah bukanlah asal-asalan, tetapi pengamatan yang terencana dalam suatu percobaan yang terkendali.
            Pengetahuan ilmiah tidak berkemban melulu dengan menetang penyimpulan berdasarkan apa yang telah diketahui. Untuk dapat berkembang dibutuhkan imajinasi, baik dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menyusun hipotesis untuk menjawab pertayaan tersebut.Di sinilah tempatnya penemual ilmiah (scientific invention) terjadi.Bukan hanya mesin dan alat-alat yang ditemukan untuk pertama kali, tetapi juga hipotesis dan teori ilmiah.
            Peran hakiki imajinasi dalam pengembangan pengetahuan ilmiah juga diilustrasikan oleh penemuan yang dihasilkan bukan oleh proses generalisasi, tetapi oleh suatu reputasi atau pengguguran suatu teori atau pandangan yang dianggap sudah diketahui.
            Penegtahuan ilmiah memang ada, tetapi bukan sebagai pengetahuan yang pasti benar, melainkan pengetahuan yang dikatakan mendekati kebenaran.Artinya, suatu kepercayaan yang mempunyai dasar kokoh untuk menganggap suatu pernyataan tentang dunia sampai tingkat ketepatan pengukuran tertentu (lepas dari ketidak tepatan kecil-kecil) adalah benar.
            Pengetahuan seringkali dipahami sebagai suatu bentuk kepercayaan individual.Namun, sains sebenarnya juga merupakan suatu bentuk kepercayaan sosial, suatu pengetahuan yang melibatkan peran komunitas ilmuwan dan masyarakat.Implikasi dari sifat sosial sains terhadap pembenaran penetahuan menjadi fokus perhatian epistemologi sosial.Kalau epistemologi individual secara garis besar adalah teori pengetahuan dan pembenaranya yang berlaku untuk kelompok orang atau masyarakat.

B.        Pengetahuan Moral
            Penilaian dan putusan moral pada dasarnya berakar pada latar belakang budaya seseorang.Sekurang-kurangnya ada dua varian besar dalam pandangan seperti ini.Pertama, relativisme budaya dan kedua nonkogtivisme.Pandangan tersebut menekankan bahwa penilaian dan putusan moral pada dasarnya berakar pada latar belakang budaya seseorang. Yang pertama menerima bahwa ada kebenaran dan penilaian dan putusan moral, tetapi bersifat relatif terhadap kebudayaan tempat penilaian dna putusan itu dibuat. Sedangkan yang kedua berpendapat bahwa penilaian dan putusan moral tidak termasuk wacana yang mau menegaskan benar salah, tetapi bermaksud mengungkapkan perasaan atau sikap si penilai ataupun pendengar terhadap hal yang dibicarakan.Perasaan dan sikap ini relatif terhadap kebudayaan tempat orang lahir dan dibesarkan.
           
C.        Pengetahuan Religius
            Beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang penegtahuan yang religious itu mungkin.Pernyataan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu seperti Mahakuasa, Maharahim, Maha Pengasih dan Penyayang dan sebagainya merupakan pokok iman dan bukan materi pengetahuan manusia. Dalam hal ini tolak ukur keberanan rasiu maupun kebenaran factual atau empiris tidak berlaku untuk pernyataan religius
            Dalam filsafat ketuhanan, klaim bahwa kebenaran dan sifat-sifat Tuhan tidak dapat secara rasional diketahui, baik secara apriori maupun aposteriori, sesungguhnya sudah disangkal.Argument ontologis bagi adanya Tuhan, misalnya berangkat dari premis apriori bahwa Tuhan sebagai yang Maha sempurna, adalah suatu yang lebih besar daripada-Nya tak dapat dipikirkan.Maka secara logis, Tuhan haruslah ada.

D.        Metafisika
            Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta(sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu) dan pysika (nyata, konkret dan dapat diukur dan dijangkau oleh pancaindera). Eksistensi dibalik atau sesudah yang fisik (metafisik) perlu dikaji.Nama ilmunya ontology.Jadi ontologi adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu dibalik yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik.
            Langeveld mengutip Nicolai Hartman yang mengartikan metafisika sebagai: (1) tempat khusus yang diperuntukan bagi objek-objek transenden, daerah spekulatif bagi tanggapan-tanggapan tentang Tuhan, kebebasan dan jiwa, dan (2) metafisika dapat diartikan sebagai pangkalan bagi sistem spekulatif, teori-teori dan tanggapan dunia terhadap sesuatu yang eksistensinya di luar dimensi yang fisik empirik.
            Istilah metafisik untuk pertama kali dipopulerkan Androcinos dari Rhodes sekitar tahun 70 SM. Sedangkan Anton Bakker (1992:15) berpandangan bahwa metafisika sebenarnya sudah berkembang sebelum Andronicos memunculkan gagasannya.Ia menyebut bahwa metafisika sudah berkembang sejak abd ketiga SM. Pada awalnya dapat dipakai untuk berbicara mengenai masalah-masalah yang lebih fundamental, mendalam dan substansif dalam berbagai lingkungan kehidupan.
            Aristotelles menitikberatkan pada aspek’dunia fisik’ sebagai yang sebenarnya keadaan.Jadi tidak ada eksistensi yang metafisik dibalik yang fisik.Sedangkan Plato masih tetap memberi keseimbangan antara adanya kenyataa yang bersifat fisik dan keadaan yang berada di balik yang fisik.Berpijak pada landasan teoretis tersebut, maka istilah metafisika tempaknya memang bukan istilah yang di sebut Aristoteles lebih suka menyebut proto phylosopia (filsafat pertama) dibandingkan dengan menggunakan istilah metafisika.
            Istilah lain yang digunakan Aristoteles selain proto phylosopia dalam mengartikan hakikat sesuatu adalah: (1) filsafat pertama (first phylosopy); (2) pengetahuan tentang sebab akibat (knowledge of Couse); (3) studi tentang yang tidak dapat digerakan (the study of the eternal and immovable); dan (5) theology, yakni suatu ilmu yang membincangkan tentang Tuhan serta bagaimana manusia harus berhadapan dengan Tuhan.
            Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meski gampang dibedakan.Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika lebih karena hampir tidak ada satu ilmu pun yang terlepas dari persoalan metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu yang kering makna metafisika akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri.
            Perkembangan ilmu; baik ilmu fisika, biologi dan ilmu sosial, yang dihasilkan oleh ilmuwan berujung pada menjauhnya manusia dari sifat transcendental, ketuhanan.Dan itu telah dibuktikan dengan munculnya paham ateisme serta nilai-nilai pengetahuan secular yang dibangun ilmuwan dengan jenis ini.Harus diakui bahwa meski aliran tadi berdampak sangat negatif terhadap runtuhnya nilai-nilai ketuhanan, secara pragmatis, paham ini dapat pula berdampak positif.Sebab ketika aspek metafisik keilmuan dipahami sebagai dinamik materi, konsekuensinya manusia tidak akan pernah puas untuk terus melakukan penelanjangan terhadap basis keilmuan.
            Selain kegunaan metafisika dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan, ada juga beberapa peran yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian terhadap metafisika. Diantara peran-peran itu adalah: (1) metafisika mengajarkan tentang cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Seorang metafisikus selalu mengembangkan pemikirannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat enigmatic (teka-teki) yang belum pernah diobservasi sekalipun sampai pada titik yang tidak berujung. (2) metafisik menuntut originalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan. Metafisikus senantiasa berupaya menemukan hal-hal baru yang belum diungkap.Sikap semacam ini menuntut kreatifitas dan rasa ingin tahu besar terhadap suatu persoalan. (3) metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah pra anggapan, sehingga persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat. (4) metafisika membuka peluang bagi terjadinya perbedaan visi dalam melihat realitas. Ia tidak memiliki kebenaran yang benar-benar absolut.

BAB VI
Peran Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Metode Ilmiah
A.        Abstrak
            Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta batas-batas kemampuannya.Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembanga ilmu berdasarkan tradisi-tradisi, yang terdiri dari dua bagian, yaitu deduktif maupun induktif.Demikian pula tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan baik deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).
            Filsafat ilmu ataupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus meningkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.

B.        Pendahuluan
            Upaya manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui kegiatan berpikir, baik secara induktif maupun deduktif.Mengetahui merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih mendalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi daripada malaikat.
            Apa yang dipelajari sejauh ini adalah “ilmu-ilmu barat”, yaitu ilmu yang lahir dan berkembang di dunia barat, yang akar-akarnya digali dari filsafat Yunani kuno. Tidak ada salahnya melanjutkan tradisi itu, namun kita harus konsekuen dengan ideolgi Negara kita Pancasila yang disebutkan pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Tuhan memberikan kemampuan kepada manusi untuk menemukan, mengerti dan menghayati ilmu, suatu kemampuan yang tidak diberikan-Nya kepada ciptaan-Nya yang lain. Kant, mengatakan bahwa ilmu itu a priori.
            Upaya quest of knowledge itu menggunakan segala kemampuannya, yaitu akal budinya. Ilmu barat lebih menekankan pada akal atau rasio dan kurang menempatkan budi dan rasa, sedangkan ilmu timur menekankan pada budi dan rasa dan sedikit atau tidak menggunakan rasio, maka Pancasila menghendaki untuk menggunakan rasio secara seimbang pada “tempat” dan “takaran” yang benar. Rasio dan rasa merupakan kemampuan yang dilimpahkan oleh Tuhan kepada manusia, yang kedua-duanya mempunyai kemampuan dan keunggulan masing-masing untuk digunakan pada tempat masing-masing dan tidak boleh dicampur aduk-adukan.
            Manusia, dengan bersenjatakan pengetahuannya, dapat memilih untuk menjalani roda kehidupan yang diridloi Alloh dan tetap pada keilmuannya.Dalam hal ini guidance bagi manusia adalah moral (yang bersemayam di dalam rasa).Rasio, dengan patokan-patokannya yang sangat terperinci, mampu menjaga diri untuk tidak terkena godaan setan.Rasa yang tidak berpatokan itu dijaga dengan petunnjuk Tuhan, dan dengan kebesaran Tuhan.
            Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peran filsafat ilmu dalam pengembangan metode ilmiah sangat penting karena para mahasiswa dituntut harus dapat membuat karya tulis yang sesuai dengan kaidah-kaidah cara berfikir ilmiah, baik untuk pemahaman tugas dari setip mata kuliah yang diberikan oleh dosen maupun tugas akhir, berupa skripsi, tesis ataupun disertasi.

C.        Pembahasan
1.         Peran Filsafat Ilmu
            Filsafat ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dengan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.Filsafat ilmu erat kitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
            Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan tentang empat titik pandang dalam filsafat ilmu: (1) filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filusuf ilmu untuk mengelaborsi implikasi yang lebih luas dari ilmu; (2) filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuan; (3) filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan; (4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagi berikut : (a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain; (b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam; (c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar; (d) status konitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
            Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi menjelaskan pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan tentang pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan tentang untuk apa.
                       
2.         Metode Ilmiah
            Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu orosedur atau cara untuk mengetahui segala sesuatu dengan langkah-langkah sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetrisno dan SRD Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:
1.         Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2.         menyusun kerangka pemikiran (logical construct).
3.         Merumuskan hipotesti (jawaban rasional terhadap masalah).
4.         Menguji hipotesis secara empirik.
5.         Melakukan pembahasan.
6.         Menarik kesimpulan.
            Cara yang paling sederhana untuk menemukan jawaban pertanyaan penelitian (research question) adalah melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan misalnya:
a.         Melihat suatu proses dari perwujudan teori.
b.         Melihat linkage dari proposisi suatu terori, kemudian bermaksud memperbaikinya.
c.         Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.
d.         Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada. Kemudian bermaksud meningkatkannya.
e.         segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada atau belum dapat dijelaskan secara sempurna.

















BAB III
Analisa Keunggulan dan Kekurangan Buku Filsafat Ilmu dan Mbetodologi Penelitian

3.1       Keunggulan
Keunggulan buku “Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian”yaitu dapat dijadikan sebagai referensi salah satu upaya mencari ilmu pengetahuan yang benar.Buku ini disajikan secara sederhana.Kajian utama buku ini adalah memberikan bekal dalam perancangan riset yang didasari oleh fundamental filsafat ilmu yang masih diakui kebenarannya sampai sekarang. Berakar pada filsafat ilmu dan metodologi penelitian guna mencari ilmu engetahuan yang benar, buku ini membahas paradigma filsafat, berpikir filsafat, metodologi, pengetahuan dan moral, dasar penelitian, metode ilmiah, dan pengukuran skala.

3.2              Kekurangan
Buku ini tidak menunjukkan kekurangan yang sangat mencolok, karena pembahasan dalam buku ini sudahlah tepat sasaran, yaitu membahas kajian lingkup filsafat ilmu dan metode-metode yang dikemukakan dalam melakukan penelitian ataupun riset.Hanya saja bahasa yang digunakan agak sulit untuk dicerna dan juga ada beberapa penulisan kata yang salah pengetikannya.Biasanya dapat langsung dipahami oleh kalangan pelajar mahasiswa dan kalangan tingkat di atasnya, karena memang pada dasarnya sasaran buku ini adalah untuk melakukan sebuah penelitian.

3.3       Penutup
            Buku “Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian” ini sangat sempurna bagi kalangan pelajar mahasiswa dan kalangan di atasnya.Dapat dijadikan sebagai referensi karena didalamnya memuat materi-materi yang lengkap mengenai pemikiran mendalam tentang ilmu dan metodologi penelitian.







BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Komara, E. (2014). Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: Refika Aditama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar